Postingan

Menampilkan postingan dari Februari, 2017

Kesamaran Pemikiran

   Bila mana aku terlalu jauh. Asik sendiri dalam kepenatan. Dirundung pilu, gelisah serta keangkuhan. Berantakan sekali.    Adakah kau tau? Sedikit saja.    Ini ego yang sedang ku agungkan. Hingga akhirnya aku lebih pantas disebut 'pengecut'.    Aku keliru. Ekspektasiku terkadang berlebihan. Tak ubahnya cita-cita anak ingusan yang dalam hitungan detik dapat berubah-ubah.    Hanya beberapa titik saja aku berbeda dengan mereka. Sekarang aku lebih mudah untuk tidak mengulang apa yang sudah ku katakan beberapa detik waktu yang lalu. Itu saja.    Aku tidak meminta penjelasan kepada siapapun. Hanya lewat frasa kucoba menuangkannya. Agar tak sesak urat saraf. Agar tak semak isi otak ku.    Egois sekali bukan?    Begitu lebih nikmat. Mungkin hanya rasa iba yang ku temui. Bila saja aku berbaik hati membagi rasa ku ini. Tidak lebih. 'Semua orang tidak se brengsek itu!' Halah, omong kosong.   ...

Peri(hal)

Salah, Ku harap kali ini dibebaskan dari predikat ini. Ya, Beberapa kali hingga aku sendiri pun lupa. Sebanyak apa telah ku lakukan hal semacam itu. Dan, Sekarang aku sudah seperti 'si mati rasa'. Tak peduli apa yang mereka katakan. Aku sudah menapaki apa kehendak suara-suara mayoritas itu. Tersadar, Aku telah kalah. Gagal menuai parameter mainstream para supporter. Tetapi, Aku sudah mencoba dan mencoba. Hingga ku tepis ego sendiri. Ku lebur harap. Ku kubur mimpi-mimpiku. Katakanlah, Caci aku seenak mulutmu. Sebebas amarahmu. Tak mengapa, aku hanya bisa diam dan diam. Kini, Sedang ada pikiranku yang tak akan pernah kau pikirkan. Baiklah, Lihat saja esok hari. Mungkin disana kau boleh merevisi atau mengucap lebih murka dari hari ini. Salam,

Kepada Sang Sutradara

  Hey, sampai kapan aku harus berpura-pura? Peran ini sangat menyiksa. Hati juga otak ku. Rasa menyayat amat sekali. Jika aku berontak apa seni pertunjukan ini berakhir? Atau aku dalam sinopsis akan selalu lirih?   Kewarasanku sedang kau uji. Hmm, aku sudah lama gila karena ulahmu. Berapa banyak lagi yang harus ku jadikan tumbal?   Aku si pemurung yang sedang patah arang. Tak ingin sampai jadi debu, menunggu waktu untuk tersenyum. Bolehkah aku tertawa lepas? Simarjarunjung, 

Bukan Puisi

    Kau datang mengusik keheningan. Cerita pedihmu yang kau bagi, tumbuh simpatiku dengan sendiri.     Aku tak mencoba untuk mengambil keuntungan. Saat itu  hanya 'kenapa', 'lalu' dan sedikit pandangan ku utarakan agar kau yakin bahwa aku mendengar serta peduli tentangmu.     Sekarang, setelah luka - lukamu reda. Kau hilang ditelan romansa. Kau kembali padanya. Apakah kau tak malu? Kau si pemaaf? Baiklah.     Kemarin, kau ungkap semua kekurangnya dan kau bandingkan aku dengannya. Meskipun, aku sebenarnya menolak teorimu saat itu.     Siapa sebenarnya paling brengsek diantara kita? Aku? Kau? Atau, dia yang sekarang kembali kau puja?     Untungnya, aku tetap aku beserta luka yang kau tinggalkan. Sekarang menjadi luka dalamku.     Aku adalah kesunyian yang kau usik.    

Rangkuman

  Kali ini kau mekar. Sedang cantik - cantiknya. Dia berhasil memetikmu. Semoga kau tak layu. Itu lebih perih dari luka yang tinggalkan, padaku.

Recycle The Habit ( Idealism )

Gambar
          Aku sedang menunggu. Menunggu kepastian. Hasil dari sekelumit kesabaran   yang ku miliki. Aku tak sedang berandai- andai. Sepertinya aku mulai serius kali ini. Memberi sedikit celah dalam ruang pikir. Mencoba hal yang bertentangan idealogi yang menjadi pedoman dasar yang ku jadikan tolak ukur dalam menjalani masa lalu. Ya, masa lalu. Sekarang aku mencoba merevisi beberapa bagian ideologi hidup ku.           “ Setiap cerita pasti ada judul.           Setiap keputusan pasti ada resiko.           Setiap resiko pasti ada solusi. ”