Aku Menyerah

Sendiri. Jika ada yang bertanya 'mengapa kau seperti ini?' Aku bisa berdalih 'ini sangat menyenangkan, aku bebas kemana dan bersama siapa saja.' Sebuah alasan yang menurutku dapat menelusuk logika si penanya.

Iya, aku akui dengan keadaan sekarang ini benar bahwa aku bebas. Bebas dari larangan ini itu, bebas dari pertanyaan dan perdebatan yang menimbulkan pertengkaran akibat hujaman tanya dan debat yang terkadang menjengkelkan pikir. Aku tak perlu lagi menahan rasa cemburu dan aku juga tak perlu menahan rindu.

Tetapi sekarang, aku benar-benar harus menafikan semua keangkuhanku. Trauma berkepanjangan karena masa lalu yang tidak menyenangkan yang sulit untuk aku lupakan. Sampai sekarang pun masih membekas dalam jiwaku. Mengerikan sekali bila harus membalik kembali memori itu.

Meski aktor yang pantas dipersalahkan dalam kisah kelam itu adalah aku. Namun, apakah memang harus seperti ini dan selama ini kah harus merasakan akibat dari semua goresan masa lalu itu? Lukanya tak tampak lagi tetapi perih masih saja meninggalkan rasa yang ku kecap setiap kali. Malang tak dapat kuabaikan, inilah deritaku.

Pernah beberapa kali aku mencoba lupa. Aku membuka lembaran baru dalam perjalanan ini tetapi trauma itu masih saja merasuk jiwaku. Dan sepertinya aku belum bisa berpura-pura bahwa aku sudah baik-baik saja. Aku tak mahir memainkan peran itu, entah sampai kapan.

Ingin saja aku menyerah. Menyerah pada kenyataan bahwa aku tidak sedang baik-baik saja sejak kisah usang itu. Siapapun kiranya tolong bantu aku, tertawa dan senyum yang aku lakukan ini adalah tanda aku meminta bantuan. Aku tak lagi setegar masa lalu. Aku tak berdaya kali ini bahkan dalam banyak hal aku sudah hampir benar-benah mengibarkan bendera putih.

Salam,


Komentar

Postingan populer dari blog ini

Kau ? Dia ? Mereka ? Tuhan ?

Berdamai Bersama Diri Sendiri

Pejalan Mimpi