Resah, Tawa dan Hampa
“Kalian
tak akan pernah hidup bahagia jika kalian hidup bersama. Ingatlah hari ini,
jangan kau lupa. Kecuali dia sadar dan datang meminta maaf. Aku berdoa untuk
kehancuran dalam kehidupan kalian. Ingatlah itu kawan !” seru Jay pada lelaki
itu. Jay
sahabatku. Dia bercerita keluh kesahnya pada kami malam itu. Dia ditinggal oleh
pacarnya tanpa ada kata putus. Kami tahu dia sudah sejak awal kuliah punya
hubungan special dengan wanita itu. Kimi tak tahu siapa namanya namun kami
kenal wajah wanita itu pas hari judicium kelulusan. Wanita itu memaparkan
senyumnya saat berfoto bareng Jay kala itu itu.
“Aku
tak tahu apa yang harus kulakukan sekarang ini. 5 tahun bukanlah waktu yang
singkat kan? Susah dan senang kami lalui bersama, banyak hal yang kita lalui
bersama. Makan, kekampus, liburan bahkan kami sudah terbiasa tidur sekamar. Tapi
apa hasilnya? Dia akan menikah dengan pria pilihan orang tuanya. Dan dia
sepertinya setuju-setuju saja dengan keadaan ini. Tak ada sesal walau terkadang
dia meneteskan air mata buayanya itu saat kami bertemu. Dia tertutup, hanya mau
bertemu kalau aku minta. Itupun terkadang banyak alasan yang dia buat untuk
menolak pertemuan kami. Yang sibuklah, lagi gak enak badanlah. Banyaklah alasan
dia, entah apa-apa aja, lupa aku karna banyaknya” cerita si Mana dengan mata berkaca-kaca.
Orang yang paling ceria dan gokil hampir gila selama zaman kuliah dahulu
bisa-bisanya berubah menjadi mellow begitu.
Aku
hanya jadi pendengar yang baik malam itu. Hanya sedikit kata yang terucap dari
mulutku. Lebih banyak kugunakan bibirku untuk menyeruput susu dengan tambahan
sekit kopi hitam kesukaanku.
Terakhir,
Oza bercerita dengan sedikit ceria. Memecah keheningan alur dari cerita kami
malam itu. “Mungkin aku sudah menemukan tulang rusukku yang hilang itu, hehe.
Rencana tahun depan aku akan menikah dengan menikah dengan perempuan yang
datang bersamaku ke rumah sakit kemarin pra” sambil memalingkan wajah kearahku.
Aku hanya menganggukkan kepalaku, menunjukkan bahwa aku mengingat wajah wanita
yang dia maksudkan.
“Enaklah kau Za, selama kuliah dulu tak pernah
pacaran ya kan! Ini tiba-tiba langsung kampaye nyebar undangan secara tak
sengaja kau ini, haha” kata Mana. Sekilas, Mana dan Oza adalah paket yang tak
terppisahkan zaman kuliah dulu. Kalau mereka sudah bareng dengan kami dimana
saja kala itu, banyak tawa yang kami kumandangkan setiap saat bersama.
Aku
tersadar, malam itu aku mendapat kabar baik dan kabar buruk yang dialami para
sahabatku. Tetapi aku tak sedikitpun mengutarakan yang kehampaan hati yang
kualami 3 tahun belakangan ini karena aku yakin mereka sudah tahu seperti apa ceritaku. Ya, mereka tahu itu.
Salam,
Jhon Fharirdo Ambarita

Komentar
Posting Komentar