Postingan

Menampilkan postingan dari 2017

(Ada)lah

Sudah berapa lama Pertanyaan yang harusnya dilayangkan Mungkin sudah berulang kali Jatuh lalu patah kembali Ahh, miris memang Tetapi inilah Begitulah pahit dari kisahku Berandai Haha, aku terkadang jenuh Menghadapi nyata pun aku (sudah) terkadang muak Sebab, patahan itu sulit direkatkan Dan masih saja luka itu urung mendekati kepulihannya Ya Meski topeng yang aku pakai sering berhasil menutup raut yang sedang tidak baik-baik saja Sebenar-benarnya, lirih Kepada hatiku Berhati-hatilah Sampai kapan begini Ahh, sudahlah

Belum Saatnya Kau Jatuh

Biarpun dihancurkan hidup. Ditertawakan mimpi. Dihempaskan orang yang tersayang. Dirusak harapan. Diluluhkan kenyataan. Percayalah hati, lebih dari ini. pejalan.mimpi

Happiness

Mungkin nanti, saat kau menemukan dirimu, kau akan banyak lupa dengan masa lalu. Meski ada saja yang mencoba mengajakmu kembali mengingat kembali setiap kenangan, tak perlu kau takut, sebab kau sudah semakin baik dari masa lalumu yang berantakan itu. Hidup adalah sebuah parjalan. Ketika kau masih ingusan, kau ingin sekali menjadi dewasa. Ketika kau beranjak dewasa, kau malah ingin memperlambat bahkan sering kali rasamu untuk memutar waktu ke masa kecilmu dulu. Pahit-manis dalam hidupmu belum tentu dirasakan orang lain. Tanpa kau tau, sebenarnya banyak manusia lain yang ingin sepertimu, apa iya kau rela. Dengan patah hatimu sekarang ini, belajarlah; sesungguhnya kau belumlah beruntung benar. Cobalah mengerti dirimu, tak perlu berlarut-larut dalam kegalutan. Semakin terbiasa maka kau akan menemukan siapa dirimu dan semoga dia yang kau cari akan bertemu denganmu. Yakinkan hatimu, selama ia masih kuat menahan perih dan luka; nanti akan tiba saatnya ia teduh bahagia. Jaga hatimu, t...

Pejuang Rindu

Yang kau dapat hanya sementara Yang kuberi tak seberapa Adakah kau mendengar doa yang ku kirim terucap namamu Jarak-waktu memaksa kita Bersabarlah Semoga kita beruntung

Distilasi alkena

Pernah bahagia kita merekah indah tanpa sedikitpun rasa gelisah. Saat lantunan rindu adalah alasan setiap pertemuan. Saat mencintaimu bukan hanya sekedar lamunan. Aku tak pernah menyesal akan keputusanmu memilihnya. Yang aku sesalkan, tiada setitikpun kesempatan bagiku untuk membuatmu bahagia. Kesalahanku, menjadikanmu alasan segala rindu.  Waktupun mengurai tetesan hujan menjadi bulir-bulir kenangan.  Ia menelusuk tanpa permisi menuju nurani.  Bukan perih yang aku ratapi, tapi pengertian yang tak pernah kau beri.  Sadarlah, aku telah mencintaimu dengan terengah-engah. Mencibir oksigen dengan menjadikanmu satu-satunya udara yg boleh mengisi setiap rongga. Menghempas darah dengan namamu yang mengalir mebuat jantungku tetap berirama. Padamu aku jatuh hati. Kesalahanku, tak pernah mencintai selain kamu. Tingkat sepi paling mengerikan adalah sepi dalam keramaian. Bagaimana mungkin aku menjauh jika hanya padamu keangkuhanku meluluh? Bagaimana mungkin aku pergi jika bayang...

Kepada Aku

Ada yang sedang sok tegar. Berucap dengan kepolosan dan ketulusannya. Namun hatinya sedang tidak baik-baik saja. Miris; teriris. Ada yang sedang pilu. Menutup kepedihan serta pahitnya perasaannya kali ini dengan senyum identik dengan terpaksa. Ada yang sedang gundah. Karena sudah menjadi korban keadaan. Sembilu, terjebak pada pikiran yang sedang kacau. Tetapi masih saja sok merespon dengan nada datar seakan semua biasa saja. Jaga hatimu, apa kau tega membuatnya lirih melulu. Tak baik membiarkan diri sendiri keliru hilang arah. Bawa pergi lukamu. Tak baik ditangisi, tak baik ditahan. Kau bukan robot. Kau bukan batu. Kau bukan besi. Kau hanya insan.

Kepada H

Maka, yakinkan aku untuk selamanya membersamaimu dalam hati; pikiran juga seluruh ragaku. Ketika aku kecewa beberapa kali, betapa teririsnya perasaan yang ku punya. Setiap kali aku termenung, kau menjadi perempuan yang menguasai pikiranku. Setiap siang dan malamku adalah rindu, teruntuk dirimu. Setiap kali merindu, aku hanya mencoba memejamkan mata bisa memejamkan mataku untuk merasakan hadirmu dalam pemikiranku. Aku akan bertahan untukmu, menjaga semua rindu ini. Jika aku beruntung, mungkin kerinduan ini  serta rasaku terbalas. Namun bilapun tidak, setiap rasa cinta tak baik dipaksakan. Aku tau, kau sedang dilema. Ya aku tau itu. Bertahan dengan dia; mencoba sesuatu yang baru, mungkin itu aku. Jika memang harus memilih, aku harap kamu memilih dengan ke hati-hatian. Karena baik aku pun dia atau barang kali ada yang lain lagi,  pasti memiliki kekurangan masing-masing pribadi. Kami manusia. Tak perlu kiranya kau hiraukan bagaimana perasaan siapa yang tak kau pilih, se...

Ada Yang Sedang Usai, Mungkin.

Ada yang sengaja pergi, tanpa kau tau. Ia mencari jawaban akan segudang tanya dalam benaknya. Barangkali, ia benci pada kebohongan. Itu mengapa ia tak pamit padamu, mungkin. Banyak hal yang ingin ia tahu tentangmu, meski kenyataan kau selalu menutup rapat rahasia yang kau pikir ia tak tau sama sekali. Kalau saja kau tau, sebenarnya ia tak peduli burukmu jika kau berkata jujur. Sayang, sekarang ia sudah bosan dengan sandiwara. Ia mulai berlalu, perlahan menitipkan semua kepahitan pada sebuah masa.

Kekanakan

Pasang-surut pasti ada. Jika kau masih selalu membawa-bawa amarah, karena kekesalanmu pada kemarinmu lalu mencampur-adukkannya dengan sekarang dan esok juga. Mungkin kau butuh pertanyaan pada dirimu, 'apa iya aku sudah dewasa?'

Revisi

Harapan yang kering - gersang. Percuma sekali mengatakan kerinduan, nantinya kau bertingkah palsu. Sebab lakonmu sudah terbaca. Kau tak peduli luka menganga pada hati yang rapuh itu. Sudah. Tak perlu kau merasa malu setelah kau terkenali. Sebab, sejak kemarin sebelah matamu pun tak pernah menoleh arti dari kerisauan si patah hati. Bila remuk yang ingin kau torehkan pada hati yang rapuh, lebih baik hati mati, tanpa harus terkeping - menjadi debu. Bila kau juga punya hati, tak semestinya kau sehina itu bukan? Si patah hati mencoba terseyum. Karena ia tahu airmata tak selalu benar, layaknya ekspresimu kala itu. pejalan.mimpi

Mind Map

Hilang. Ada masa dimana kau butuh dirimu, sendiri. Hanya kopi hitam, sahabat yang setia menemanimu dalam merenung.

Konotasi

Tak ku gantungkan lagi. Pernah berjuta harap. Tetap saja tak bergeming. Sudahlah. Terlalu rumit untuk dijabarkan.

Titik Jenuh

Lelah sudah ku pandangi langit Bosan kursi itu ku duduki Jengah tanah yang ku injak Semua, bukan aku saja Bukan dunia ku pejalan.mimpi

Kelana

Tak akan kembali Ini bukan diriku Sudah ku ikuti lambaian nada Tersesat, Terjebak, Lalu aku meringis tak ada tawar Pahit, iya Aku pasti kan berlalu Tak baik menoleh kebelakang Apapun kiranya itu Kerling matamu tak akan lagi menatap punggungku

Arah / Akhir

Aku adalah aku Ku pikir begitu Harusnya pun seperti itu Namun aku dipaksa kaku Bukan tak mau ikut Bukan pula karena takut Hanya tak mau ribut Menjadikan keadaan semakin semraut Ini, itu pun juga salah Apa saja akan jadi masalah Selalu yang pertama menyerah Hasil akhir juga kalah Masih kah aku adalah aku Lidah yang aku punya kelu Meski pikiran tidak beku Aku dilumuri debu Menutur tidak lah sebercanda ini Rasa malu berulang menghampiri Alasan; aku akan benar pergi Apapun; tak pernah kembali Salam kepada semesta Terima kasih untuk uraian masa Obralan kata; baiknya sebatang kara Abadilah bara kelana Simarjarunjung, 18 Juni 2017 Ingatlah malam ini kawan Tak baik dilawan Pergilah,

Redemption (Harap Keliru)

Pelipuran yang gelapkan hati Terjerat dalam buai Dilema tak ada arah Tak seperti hari yang lain Ada yang terkunci kali ini Milik siapa? Meresap sebentuk rasa Kelana menelusuk jiwa Sekelumit tanya (meraung) menggema Pertautan asa dalam bisu sembilu Mahakarya dari buah titik temu Elok dinikmati tanpa henti Uraian sajak dan frasa Seperti adanya diriku Seperti adanya dirimu Mengilhami setiap  risalah Tak akan berkesudahan Menerobos gundah kesunyian Meretas isyarat hati Peluh basahi langkah Seperti dicintai; seperti dikhianati

Sepintas Lalu

Dan bila luka itu tak kunjung tawar. Baiknya berlalu saja, aku dibawah angin. Harusnya seringan itu. Biar tak sesak urat saraf. Biar tak mumet isi otak. pejalan.mimpi

Tetaplah Tersenyum

Gambar

Perempuan Dalam Sajak

Untuk mu permata ku, yang selalu ku rindu. Buat lah aku bangga dengan indah diri mu. Paras juga hati mu, tiap kali ku rindu. Jaga selalu diri mu, kan ku jaga hati ku. Sampai kamu dan aku, kita.

Transisi

Tak baik menyapa yang sudah bertuan, mengobral asa. Pun tak baik menoleh bila banyak luka sebab kepalsuan, mati rasa.

(Masih) Menikmati Hidup

Gambar
Ketika semua cerita-cerita nyata itu pahit. Melanda jiwaku yang sebenarnya ingin saja menyerah. Aku membagi cerita itu setelah semua berlalu. Mungkin saja jika kemarin aku bagi. Terkesan bahwa aku adalah manusia yang suka mengeluh. Itu sebab mengapa aku harus nikmati dahulu alur rasa cerita itu, pahit. Agustus 2016, aku sakit. Harus dirawat di rumah sakit. Berpindah rumah sakit adalah kebiasaanku kala itu, dari rumah sakit ke rumah sakit.  08 Oktober 2016, operasi besar dilakukan (pembedahan) pada dada bagian kiri karena ada penebalan membran menutup paru kiriku sehingga tak berfungsi normal saat bernafas. Ternyata itu penyakit yang merasuk dalam tubuhku. 08 Januari 2017, belum lagi luka bedah operasiku sembuh kabar buruk datang lagi. Bapak meninggal dunia. Memang benar kalau aku tidak sangat sedih tetapi melihat Ibu menangis aku juga terharu jadinya. Bapak sudah lama menetap di Pulau Jawa. Kami jarang sekali bertemu apalagi bertegur sapa. Yang aku ingat 'jangan pikirkan...

Pejalan Mimpi

1/ Kedamaian jiwa. Itukah yang kau cari? Itukah yang kau rindukan? Jangan kau cari pada diri orang lain. Jangan kau menunggu, ia tak akan datang. Jika keangkuhan masih membelenggu pikirmu. Sampai kapan? 2/ Inilah semesta. Bukan nirwana, yang kata kidung suci adalah tempat yang menyenangkan itu. Disini kau sedang uji kelayakan. Jalani saja, semoga kau sampai. Derai tawa serta tetes air mata adalah ekspresi jiwamu. Redam saja dengan senyum dan lirih hati, kalau kau mampu tentunya. 3/ Berantakan? Tidak apa. Setidaknya kau sudah menggoreskan kisah perjalanmu. Kau bukan figuran, kau pemeran utama dalam lakon ini. Hasilnya? Baik atau buruk, itu hanya bahan penimbang bagi si Empunya semesta alam yang kau agungkan itu. Biarkan Ia nanti yang menelaah serta menitahkan seperti apa dan kemana kau selanjutnya. 4/ Inilah mesteri kehidupan. Tak ada yang tahu pasti bagai mana dan sampai dimana akhirnya.Lalu ini bukanlah mimpimu! Pejamkan matamu sejenak, helakan nafas panjang. Seperti apa ...

Aku Menyerah

Sendiri. Jika ada yang bertanya 'mengapa kau seperti ini?' Aku bisa berdalih 'ini sangat menyenangkan, aku bebas kemana dan bersama siapa saja.' Sebuah alasan yang menurutku dapat menelusuk logika si penanya. Iya, aku akui dengan keadaan sekarang ini benar bahwa aku bebas. Bebas dari larangan ini itu, bebas dari pertanyaan dan perdebatan yang menimbulkan pertengkaran akibat hujaman tanya dan debat yang terkadang menjengkelkan pikir. Aku tak perlu lagi menahan rasa cemburu dan aku juga tak perlu menahan rindu. Tetapi sekarang, aku benar-benar harus menafikan semua keangkuhanku. Trauma berkepanjangan karena masa lalu yang tidak menyenangkan yang sulit untuk aku lupakan. Sampai sekarang pun masih membekas dalam jiwaku. Mengerikan sekali bila harus membalik kembali memori itu. Meski aktor yang pantas dipersalahkan dalam kisah kelam itu adalah aku. Namun, apakah memang harus seperti ini dan selama ini kah harus merasakan akibat dari semua goresan masa lalu itu? Lukanya...

Kau Tetap Sahabatku

Gambar
Kau tak akan pernah bisa merubah diriku. Dan kau tak akan pernah bisa mengatur hidupku. Yang mungkin kau bisa Ingatkan diriku, kawanku juga sahabatku. Aku juga bisa menerima hitam dan putihmu dan akan selalu hargai semua pandangmu. Yang aku butuh ingatkan diriku  bila aku lelah jalani hariku, sahabat dalam hidupku. Kau tau, tanpa kalian aku berantakan. Bila hatiku tak sedang baik-baik saja. Dan hari-hariku tidak menyenangkan. Memang benar kalian tak selalu ada, jalan kita mungkin berbeda meski kita masih di planet yang sama. Tetapi lewat doa yang saling dirajut dan kata bernada ejekan yang sering kita ucap atau kirimkan via percakapan terselubung. Aku sedikit lupa (pura-pura) bahkan bisa lupa sama sekali. Prinsip hidup kita jelas berbeda. Aku tak menyangkal itu dan aku yakin kau juga tau itu kawan. Setidaknya kita pernah tertawa bersama dalam banyak hal bukan? Kita pernah dalam lingkup yang kita anggap sebagai dunia kita, tempat kita bersenda gurau, tempat kita bermain...

Sekarang aku sedang jauh dari peremuan itu.

Sengaja dan tidak, aku terpaksa menjauh dari perempuan itu. Dia mungkin benar membenciku sekarang. Bagaimana tidak? Aku memilih diam padanya. Setiap kali dia men-chat atau telepon pasti aku abaikan. Yang dulunya aku paling rutin men-chat dia pertama atau tahan berlama-lama bicara melalui telepon padanya. Tetapi sekarang aku jadi diam, membeku seperti batu di dasar danau Toba. Maaf, aku memang salah kali ini. Namun andai dia tahu apa sebabnya dan alasanku menjauhinya kupikir dia juga akan mengerti. Sebernarnya banyak, namun aku tak tahu harus memulainya. Kemarin baru saja dia mengirim chat ke smartphoneku. 'I huta ham bang?' Awalnya aku bingung harus balas atau tidak, tetapi teyfkarena lebih berat untuk abai akhinya aku balas 'Ai do baya'. Aku berharap sekali sebenarnya dia melanjutkan chat itu. Tetapi tidak. Oh, .. Mungkin dia kehilangan koneksi internet atau di6dddddddddyurt hufrr a memang ingin balas dendam aku tak tau, haha.. Jika suatu saat kau ingin tau ...

Keumala

Kepada senja, Ada saatnya seseorang berangkat dan ada saatnya seseorang harus pulang. Dan diantara keduanya adalah perjalanan. Aku telah menggambar setiap senja. Senja yang merah. Senja yang memulangkan unggas ke sarang-sarang. Senja yang mengembalikan aku pada gelap. Senja yang mengembalikan aku pada rumah. Yang sesungguhnya tak ingin kusinggahi. Tapi ada suatu ketika seseorang harus pulang bukan? Pada rumah aku pulang dan pada gelap. Yaah pada gelap, ternyata aku berangkat. Dan inilah kisa perjalanku. Menjemput gelap. . . Langit, Untuk semua gelap ini aku tidak ingin kau tahu.  Meskipun kita dipertemukan oleh senja yang sama. Aku tahu, kau akan memburunya, dari cakrawala ke cakrawala. Lalu kau kirimkan senja-senja itu padaku. . . Aku, Aku adalah senja. Aku berangkat dari terang menjemput gelap. Pada tiap ketikanya, hatiku lebam warna lembayung. Dan mengertikah kau ini semua langit? Disaat kita bertemu pertama kalinya. Kala kita bertengkar merebut ...

Kepada Perempuan Yang Pernah Membuatku Patah Hati.

Terima kasih untukmu. Kemarin memang benar aku sangat marah juga membencimu. Banyak hal buruk yang ingin aku katakan terhadapmu. Tetapi semua tak terwujud, kau beruntung sekali. Iya kau memang selalu beruntung, sayang. Eh, maaf aku mengucapkan sebutan itu lagi. Kata yang paling sering kita ucapkan saat bersama, ‘sayang’. Sekarang sudah tidak lagi. Tapi biarlah, kau tidak akan rugi jika aku menyebut begitu. Apakah kau tau, dari semua masalah hidup yang aku lalui? Ternyata kisah kelam antara kau dan aku dulu tidak sebanding dengan masalah – masalah yang aku hadapi sendiri setelah kau dan aku tidak lagi ‘kita’. Lebih menyakitkan tentunya untuk aku rasakan. Tak ada teman untuk berbagi hanya aku sendiri. Berbeda sekali dengan masa kita dulu bersama, kau selalu pendengar yang baik dalam senua keluh kesahku. Sering sekali aku berdiam diri sekarang. Setiap kali masalah datang aku hanya diam, berpikir dan mencari sendiri solusi masalahku. Iya, aku sepertinya egois sekarang. Aku per...

Sebuah Rasa Yang Bodoh

Untuk, Yang sedang ... , entahlah. Jika terbersit tanya. Kapan akhir dari kelucuan ini? Aku sendiri tak berdaya memberi jawaban ini. Terpaku, diam dengan pikiran sendiri. Adakah kau tau? Aku selalu melihatmu dari sini. Kapan saja tanganku menggenggam gadget yang berurusan dengan koneksi internet, selalu saja aku menghampirimu. Untungnya kau tau apa bagiku? Aku selalu merasa ada ketenangan berpikir dalam diriku. Itu selalu aku lakukan secara berulang, hingga aku sendiri lupa untuk menghitung. Bodohnya aku, bukankah demikian? Kita belum pernah bercanda. Bagaimana mungkin? Bertatap muka saja kita belum pernah. Tapi aku sering berlama-lama menatap layar, yang terpampang potretmu. Hina sekali aku. Namun, dibalik itu semua ada alasan mengapa aku urung menyapamu. Dan itu masih menjadi rahasia besar dalam diriku. Kalau keberuntungan berpihak, aku akan menceritakan semua itu langsung kepadamu. Bila doa yang kurajut tersampaikan oleh tukang pos sang empunya semesta. Mungkin saja kau...

Kesamaran Pemikiran

   Bila mana aku terlalu jauh. Asik sendiri dalam kepenatan. Dirundung pilu, gelisah serta keangkuhan. Berantakan sekali.    Adakah kau tau? Sedikit saja.    Ini ego yang sedang ku agungkan. Hingga akhirnya aku lebih pantas disebut 'pengecut'.    Aku keliru. Ekspektasiku terkadang berlebihan. Tak ubahnya cita-cita anak ingusan yang dalam hitungan detik dapat berubah-ubah.    Hanya beberapa titik saja aku berbeda dengan mereka. Sekarang aku lebih mudah untuk tidak mengulang apa yang sudah ku katakan beberapa detik waktu yang lalu. Itu saja.    Aku tidak meminta penjelasan kepada siapapun. Hanya lewat frasa kucoba menuangkannya. Agar tak sesak urat saraf. Agar tak semak isi otak ku.    Egois sekali bukan?    Begitu lebih nikmat. Mungkin hanya rasa iba yang ku temui. Bila saja aku berbaik hati membagi rasa ku ini. Tidak lebih. 'Semua orang tidak se brengsek itu!' Halah, omong kosong.   ...

Peri(hal)

Salah, Ku harap kali ini dibebaskan dari predikat ini. Ya, Beberapa kali hingga aku sendiri pun lupa. Sebanyak apa telah ku lakukan hal semacam itu. Dan, Sekarang aku sudah seperti 'si mati rasa'. Tak peduli apa yang mereka katakan. Aku sudah menapaki apa kehendak suara-suara mayoritas itu. Tersadar, Aku telah kalah. Gagal menuai parameter mainstream para supporter. Tetapi, Aku sudah mencoba dan mencoba. Hingga ku tepis ego sendiri. Ku lebur harap. Ku kubur mimpi-mimpiku. Katakanlah, Caci aku seenak mulutmu. Sebebas amarahmu. Tak mengapa, aku hanya bisa diam dan diam. Kini, Sedang ada pikiranku yang tak akan pernah kau pikirkan. Baiklah, Lihat saja esok hari. Mungkin disana kau boleh merevisi atau mengucap lebih murka dari hari ini. Salam,

Kepada Sang Sutradara

  Hey, sampai kapan aku harus berpura-pura? Peran ini sangat menyiksa. Hati juga otak ku. Rasa menyayat amat sekali. Jika aku berontak apa seni pertunjukan ini berakhir? Atau aku dalam sinopsis akan selalu lirih?   Kewarasanku sedang kau uji. Hmm, aku sudah lama gila karena ulahmu. Berapa banyak lagi yang harus ku jadikan tumbal?   Aku si pemurung yang sedang patah arang. Tak ingin sampai jadi debu, menunggu waktu untuk tersenyum. Bolehkah aku tertawa lepas? Simarjarunjung, 

Bukan Puisi

    Kau datang mengusik keheningan. Cerita pedihmu yang kau bagi, tumbuh simpatiku dengan sendiri.     Aku tak mencoba untuk mengambil keuntungan. Saat itu  hanya 'kenapa', 'lalu' dan sedikit pandangan ku utarakan agar kau yakin bahwa aku mendengar serta peduli tentangmu.     Sekarang, setelah luka - lukamu reda. Kau hilang ditelan romansa. Kau kembali padanya. Apakah kau tak malu? Kau si pemaaf? Baiklah.     Kemarin, kau ungkap semua kekurangnya dan kau bandingkan aku dengannya. Meskipun, aku sebenarnya menolak teorimu saat itu.     Siapa sebenarnya paling brengsek diantara kita? Aku? Kau? Atau, dia yang sekarang kembali kau puja?     Untungnya, aku tetap aku beserta luka yang kau tinggalkan. Sekarang menjadi luka dalamku.     Aku adalah kesunyian yang kau usik.    

Rangkuman

  Kali ini kau mekar. Sedang cantik - cantiknya. Dia berhasil memetikmu. Semoga kau tak layu. Itu lebih perih dari luka yang tinggalkan, padaku.

Recycle The Habit ( Idealism )

Gambar
          Aku sedang menunggu. Menunggu kepastian. Hasil dari sekelumit kesabaran   yang ku miliki. Aku tak sedang berandai- andai. Sepertinya aku mulai serius kali ini. Memberi sedikit celah dalam ruang pikir. Mencoba hal yang bertentangan idealogi yang menjadi pedoman dasar yang ku jadikan tolak ukur dalam menjalani masa lalu. Ya, masa lalu. Sekarang aku mencoba merevisi beberapa bagian ideologi hidup ku.           “ Setiap cerita pasti ada judul.           Setiap keputusan pasti ada resiko.           Setiap resiko pasti ada solusi. ”